Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

Pikiran Rakyat
FEBRUARI 2000 - ARTIKEL
 
Pembantaian Umat Islam Dilakukan RMS
Gus Dur dan TNI Tidak Berani Menindak Mereka
 
Pengantar Redaksi:
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku Utara sudah
mengeluarkan Seruan Jihad bagi umat Islam Maluku Utara dalam
menghadapi para pemberontak Republik Maluku Sarani atau
Republik Maluku Selatan (RMS-red).
 
Para tokoh Islam dan keluarga Muslim di seluruh Maluku pun
menyambut seruan tersebut. Dalam upaya mengamalkan syariat
Islam di bidang jihad fii sabilillaah, diamanahkanlah seorang
tokoh Maluku Utara, H Abu Bakar Wahid (59) selaku Panglima
Mujahidin Fii Sabilillaah.
 
Untuk mengetahui lebih jauh, wartawan "PR", Achmad Setiyaji
bersama Tim Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ) Bandung, Tim
Mer-C, dan Tim "PKPU" Jakarta bersilaturahmi dengan H Abu
Bakar Wahid di markas komandonya di sebuah kepulauan. Berikut
ini petikan wawancaranya.
 
# Peperangan menumpas gerakan pemberontak Republik Maluku
Sarani atau Republik Maluku Selatan (RMS-red) di Maluku Utara
tampaknya terus berjalan, meski diwarnai dengan berbagai sikap
pro-kontra terhadap umat Islam yang melakukan pembelaan diri
melalui Mujahidin Fii Sabilillaah. Bagaimana?
 
Para pemberontak RMS saat ini memusatkan kekuatan perangnya di
kawasan Tobelo dan Galela. Mengapa mereka ada di sana? Kami
menduga, mereka akan melakukan aksi pembantaian di Desa
Soasio, Kec. Galela, sehubungan dengan umat Islam di daerah
tersebut sampai sekarang masih terkepung dan belum bisa
dievakuasi oleh aparat keamanan untuk keluar Soasio.
 
Pergerakan pasukan kuffar itu, menurut tim intelejen Mujahidin
Fii Sabilillaah, diawali dengan pelepasannya secara bertahap
daerah yang semula mereka rebut dan duduki yaitu sekitar Desa
Kau, Mahlifut dan hutan-hutan di sekitar Galela. Meski begitu,
di hutan-hutan Galela, pasukan kuffar RMS itu mendapat
gangguan dari pasukan Mujahidin Fii Sabilillaah yang melakukan
penghadangan. Stamina pasukan RMS tampaknya kian melemah dan
jumlahnya menurun terus sehubungan dengan banyak yang
terbunuh. Kami perkirakan, pasukan pemberontak RMS itu hanya
mampu bertahan sekitar sepuluh hari saja. Di antara mereka
juga, menurut informasi tim intelejen kami, sudah saling
bertentangan. Ada friksi-friksi yang memperlemah stamina
mereka.
 
# Anda bisa menjelaskan sejauh mana keterlibatan RMS dalam
kasus di Ambon-Maluku Utara?
 
Bukti-bukti keterlibatan agen-agen RMS dari Belanda di Ambon
dan Maluku Utara, kami rasa sudah lebih dari cukup.
Persoalannya, pemerintah pimpinan Gus Dur dan Panglima TNI
Laksamana Widodo, tidak punya keberanian menindak mereka yang
berbuat makar terhadap pemerintahan sah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Kami yang secara sukarela melakukan
jihad fii sabilillaah membantu pemerintah dan aparat keamanan
menumpas pemberontak RMS, eh, malah kami yang disalahkan.
Persenjataan seadanya yang dimiliki umat Islam dan pasukan
Mujahidin Fii Sabilillaah dirazia. Sebagian anggota pasukan
Mujahidin Fii Sabilillaah dimintai keterangan. Kami jadi
merasa aneh, apakah dunia ini sudah terbalik. Apakah logika
pemikiran para pejabat pemerintah dan pimpinan keamanan sudah
mengalami kekeliruan, sehingga umat Islam yang menumpas
pemberontak disikapi secara salah, dicurigai dan dilecehkan
dengan menyebut 'mau jihad atau jahid mesti ditangkap'.
Biarlah orang itu bicara begitu. Nanti Allah-lah yang akan
memperlihatkan manakah yang benar itu.
 
# Bisa Anda sebutkan bukti-bukti keterlibatan RMS itu?
 
Ke-satu, ada dokumen yang terkenal antara lain "Obor 2000"
yang ditemukan di Desa Kariu, Kecamatan Pulau Haruku,
Kabupaten Maluku Tengah, 14 Februari 1999. Dalam dokumen itu
bisa diketahui berbagai hal tentang sepak terjang RMS di
kawasan Ambon-Maluku Utara.
 
Ke-dua, dokumen RMS berupa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Organisasi Penegak Proklamasi Republik Maluku Selatan
(GPP-RMS). Dalam dokumen setebal 37 halaman itu, antara lain
tercantum dasar negara atau Torupasanopa, lambang negara
berupa burung Menamoerial, bendera RMS dan salam kebangsaan
RMS.
 
Ke-tiga, dokumen yang menginformasikan adanya Angkatan Perang
Republik Maluku Sarani atau Republik Maluku Selatan (AP-RMS).
Antara lain berisi "Gugatan 1.007 pulau, gugatan terhadap HM
Soeharto dan perjuangan tertutup atau intelejen AP-RMS.
 
Ketiga dokumen otentik tentang keterlibatan RMS itu ada di
tangan Ridwan Hasan, dan diketahui pula oleh Harian Umum
Republika sehingga diturunkan tulisan berjudul "Menuju Maluku
yang Damai: Ada Kekuatan Ideologis yang Bermain" (22/1/2000).
 
# Ada lagi fakta dokumen lainnya?
 
Ada juga dokumen berupa Kawat Atase Pertahanan RI di Belanda,
Kolonel Laut Ir. Wahyudi Widajanto. Kawat yang dikirimkan
kepada Menlu, Menko Polkam, Mendagri dan Menkeh pada 24
Desember 1998 itu mengungkapkan, telah terjadi pertemuan para
tokoh Republik Maluku Sarani (RMS) di Berveld pada 19 Desember
1998.
 
Pemerintah RMS di pengasingan di Belanda, menurut kawat Athan
RI itu, menginformasikan tentang adanya upaya memberikan
senjata kepada organisasi-organisasi di Maluku yang diharapkan
ikut serta dalam pengambilalihan kekuasaan bila pemerintahan
sah Republik Indonesia jatuh.
 
Kami juga tahu tentang adanya pengiriman senjata dari para
simpatisan RMS kepada para pemberontak di sini. Bahkan para
wartawan saja tahu, jadinya aneh kalau aparat keamanan tidak
tahu dan berdiam diri.
 
Wartawan Republika -- dalam edisi terbitan 22/1/2000 --
mengungkap soal senjata itu dalam tulisannya berjudul "Menuju
Maluku yang Damai: Ada Kekuatan Ideologis yang Bermain".
 
Diungkapkan, modus operasi penyelundupan senjata ke Maluku itu
menggunakan tiga cara yakni pengiriman peti mati dari Belanda,
lewat kontainer bersama barang dagangan warga keturunan dan
melalui festival tahunan pelayaran Ambon-Darwin.
 
Sejak Januari 1999 lalu, beberapa peti senjata ditemukan di
sebuah gereja tua di Desa Hila. Agustus 1999 lalu, sumber
Badan Koordinasi Intelejen Nasional (Bakin) juga mengungkapkan
ada pasokan senjata 12 koli. Senjata yang diduga dari Israel
itu, mendarat di Hutumury, Waai, dan pantai di Pulau Seram.
Perihal ini diungkapkan pula oleh Harian Umum Media Indonesia
pada terbitannya 10 Agustus 1999. Baca sajalah koran tersebut.
 
Demikian halnya, soal dokumen RMS lain bisa diketahui dalam
peristiwa pembantaian terhadap umat Islam di Kampung Wailete
Kodya Ambon.
 
Saat itu, aparat keamanan setempat menyaksikan pihak
penyerangnya adalah warga di Kampung Hative Besar yang
merupakan basis pemberontak RMS.
 
Ketika itu, umat Islam berhasil menyita dokumen RMS. Oleh para
tokoh setempat, dokumen itu langsung diserahkan kepada aparat
keamanan. Sayangnya, umat Islam tidak sempat mem-fotocopy
dokumen tersebut. Tapi, dokumen ini bisa ditanyakan kepada
aparat yang menanganinya di Kodya Ambon.
 
Bagi para penggemar internet, juga dapat mengetahui dokumen
RMS. Harian Umum Pikiran Rakyat edisi 11 Oktober 1999
mengungkapkan, dalam artikel internet "United Israel Bulletin"
(UIB) diinformasikan harapan RMS untuk mendapat dukungan dari
Israel.
 
Memang, mayoritas pendukung RMS adalah dekat dengan Israel dan
Yahudi. Koresponden UIB di PBB, David Horowitz dalam buletin
UIB edisi musim panas 1997 menulis, selama beberapa hari
kemerdekaan RMS di Maluku, mudah disaksikan adanya bendera
Israel-RMS bersama emblem AS dan Belanda beserta emblem RMS.
 
Di Ambon, banyak rumah yang digambari dan diberi tanda
Yahudi-Zionis Israel.
 
Baca juga Tempo (1/1/2000) Presiden RMS, telah kirim dana ke
Maluku. Pokoknya banyak sekali fakta yang menunjukkan
keterlibatan RMS. Hanya masalahnya sekarang, mengapa
pemerintah tidak menindak tegas para pemberontak RMS yang
sudah membantai umat Islam di Maluku Utara?
 
# Secara konkretnya mesti bagaimanakah umat Islam menyikapi
pemberontak RMS?
 
Pokoknya, umat Kristen yang menjadi pendukung pemberontak RMS
harus hilang dari tanah Maluku. Inilah target perjuangan
pasukan Mujahidin Fii Sabilillaah. Pemberontak RMS harus
hengkang dari sini. Kalaupun ditarik secara sosiologi
keagamaan dan demografi, sebenarnya umat non-Muslim itu hanya
sekitar 15 persen, yang 85 persen itu beragama Islam.
 
Jadi, sangatlah naif kalau umat Islam kalah memerangi para
pemberontak RMS.
 
Kami pun tidak habis pikir, kenapa mereka yang jumlahnya
sedikit itu nekad membantai umat Islam dan bermaksud
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dengan mendirikan negara RMS.
 
# Selama Anda menjadi Panglima Mujahidin Fii Sabilillaah,
pernahkah melakukan kontak dengan aparat keamanan?
 
Saya sudah pernah bicara dengan aparat keamanan TNI dan Polri
bahwa ini bukan peperangan antar umat beragama, tetapi ini
adalah perang yang dilakukan oleh umat Islam karena diperangi,
dibantai oleh para pemberontak RMS yang kebetulan beragama
Kristen.
 
Jadi, tidak ada niatan kami untuk mengislamkan mereka. Kami
hanya ingin menyadarkan mereka bahwa pemberontakan dengan
cara-cara membantai umat Islam itu merupakan sesuatu yang
sangat salah. Karenanya, mereka harus menanggung konsekuensi
logisnya.
 
Umat Islam mau kembali ke daerah Tobelo, Galela dan berbagai
daerah lain yang direbut pemberontak RMS. Umat Islam ingin
mengumandangkan kembali suara adzan dan menyebut Asma Allah di
sana. Bila ada yang mencoba-coba menghalangi, ya, akan kami
beri tindakan tegas.
 
Bagaimana terhadap para pemberontak RMS yang menyerah?
 
Umat Islam memiliki tuntunan fiqih jihad, yang tidak boleh
membunuh musuh-musuh yang sudah menyerah. Tentunya asalkan
benar-benar menyerah, sadar dan insaf serta kembali ke
pangkuan Negara Kesatuan Rpublik Indonesia (NKRI) dan bersedia
meminta maaf kepada umat Islam.
 
Terus terang, kepada yang menyerah, akan dilindungi oleh
pasukan Mujahidin Fii Sabilillaah, sebab tidak ada dalam
sejarah sejak dulu sampai sekarang, bila umat Islam mayoritas
akan menzalimi yang minoritas. Yang ada adalah ketika umat
Islam minoritas, maka yang mayoritaslah yang menzalimi kami.
 
# Pernahkah Anda dihubungi pihak Komnas HAM?
 
Pernah, waktu itu saya baru saja memimpin pasukan Mujahidin
Fii Sabilillaah di front terdepan di Kao, Halmahera. Kami
sampaikan agar Komnas HAM, Bambang Suharto, untuk membisiki
Presiden Gus Dur bahwa umat Islam di Maluku Utara tidak akan
merelakan sejengkal tanahnya diinjak oleh para pemberontak
RMS. Kalau ada pemberontak RMS yang insaf, umat Islam Maluku
Utara akan memaafkan, tetapi syaratnya mereka tidak boleh
ikut-ikutan lagi dengan pemberontakan RMS.
 
# Apa tanggapan Komnas HAM?
 
Bambang Suharto bilang, mereka akan menyampaikannya kepada
Presiden Gus Dur.
 
Saya sebenarnya tidak tahu persis, apakah Komnas HAM
betul-betul tidak tahu ataukah berlagak tidak tahu. Komnas HAM
hanya bilang, mereka baru tahu persoalan di Maluku Utara
setelah tiba di Maluku Utara. Mereka baru tahu rupa-rupanya
bahwa yang terjadi sebenarnya bukan peperangan antar umat
beragama, tapi peperangan antar umat Islam melawan para
pemberontak RMS. Mereka baru tahu bahwa pembantaian terhadap
ribuan umat Islam di Mesjid Al Ikhlas, Tobelo itu adalah
benar.
 
# Presiden Gus Dur bilang orang yang mau jihad atau jahid,
pokoknya diperintahkan untuk ditangkap. Apa komentar Anda?
 
Terserahlah. Tapi itu sebenarnya gurauan saja. Dia memang suka
begitu. Kan Presiden Gus Dur memerintah sendiri, juga Megawati
bilang begitu, bahwa kami umat Islam di Ambon-Maluku ini
diminta menyelesaikan persoalannya sendiri. Pemerintah hanya
mendorong saja. Ya, inilah yang kami lakukan, inilah caranya
dalam menumpas para pemberontak RMS.
 
# Apa dampak positif kehadiran Megawati di Ternate beberapa
waktu lalu?
 
Ya, dampaknya kecil sekali. Paling hanya tahu ada Megawati
hadir ke sini. Selebihnya, Megawati tidak punya makna apa-apa
dalam penyelesaian kasus pemberontak RMS ini. Megawati itu
rupanya tidak bisa melihat langsung keadaan yang sebenarnya di
Maluku Utara. Dia tidak ngerti nasib umat Islam di sini.
 
Betapa tidak, sewaktu di Manado, Megawati mau mengunjungi
pengungsi dari keluarga para pemberontak RMS, tetapi ketika di
Ternate sini, Megawati tidak mau menengok korban dan pengungsi
Muslim. Bahkan Megawati menginap di kapal perang, seolah-olah
tidak mau tahu dengan persoalan pemberontakan yang dihadapi
umat Islam.
 
# Dalam pandangan Panglima, tampaknya perjuangan Mujahidin Fii
Sabilillaah ini akan berlangsung lama. Benarkah begitu?
 
Ya, itu sangat tergantung pada faktor apakah pemerintah mau
jujur atau tidak dalam melihat persoalan di Maluku Utara dan
Ambon ini. Bila tidak jujur, maka pemerintah melihat kasus ini
sebagai pertentangan antar umat beragama atau antar suku.
Namun jika jujur, maka pemerintah akan melihat kasus ini
sesuai dengan fakta temuan aparat keamanan dan umat Islam
sebagai suatu kasus pemberontakan RMS yang kebetulan pelakunya
beragama Kristen. Artinya, pemerintah beserta aparat keamanan
harus menunjang dan mendukung sepenuhnya perjuangan Mujahidin
Fii Sabilillaah dalam menumpas gerakan pemberontak RMS.
Pemerintah dan aparat keamanan jangan diam saja, padahal sudah
tahu ini ada gerakan pemberontakan RMS.
 
# Lalu, apakah yang mesti dilakukan umat Islam di luar
Maluku-Ambon?
 
Ya, bila memang orang-orang di luar Ambon-Maluku masih merasa
bersaudara dengan kami, tolonglah kami dengan memberi bantuan
doa, dana, obat-obatan, tim dokter dan berbagai kemampuan
diplomasi dengan pemerintahan pusat di Jakarta, untuk
secepatnya mengakhiri pemberontakan RMS ini.
 
# Bisakah diperhitungkan kapan kira-kira para pemberontak RMS
bisa ditumpas secara keseluruhan di Maluku Utara?
 
Alhamdulillah, sekarang ini baru memasuki bulan ke-dua.
Saksikan saja apa yang sudah diraih oleh umat Islam. Beberapa
daerah kan yang semula direbut oleh para pemberontak RMS, kini
bisa kami ambil kembali dan kami kumandangkan suara adzan
serta kami sebutkan Asma Allah di sana. Yang masih belum kami
rebut, itu Tobelo, Galela dan daerah sekitarnya.
 
# Adakah harapan untuk Presiden Gus Dur?
 
Ya, singkat saja, Gus Dur sudah semestinya membersihkan
militer dan Polri di Maluku Utara dan Ambon ini dari
antek-anteknya pemberontak RMS.
 
# Maksudnya, Pangdam Patimuranya diganti?
 
Tak cuma itu, seluruhnya dari atas hingga ke bawah. Pokoknya
yang menjadi pendukung gerakan pemberontakan.
 
Umat Islam di Maluku Utara dan Ambon tidak senang dengan siapa
saja yang memerangi umat Islam. Soalnya, kalau hanya yang
atasnya diganti, sementara di bawahnya tidak, ya, situasinya
akan begini saja. Umat Islam menjadi dizalimi.
 
# Benarkah peristiwa di Maluku Utara dan Ambon ini akibat ulah
provokator dari Jakarta?
 
Soal itu, saya tidak tahu persis. Yang jelas, setelah
orang-orang Kristen dari Ambon masuk bersama para pengungsi ke
sini, di Maluku Utara terjadi keresahan. Setelah kami amati,
ternyata mereka membawa benih-benih pemberontakan RMS.
 
# Soal Mujafar Sjah (Sultan Ternate-Red)?
 
Itu saya kira semua orang di sini sudah tahu, siapa sebenarnya
dia. Semua tahu dia memperalat orang Kristen untuk
kepentingannya sehingga terjadilah aksi pembantaian dan
pembakaran terhadap umat Islam di Ternate.
 
Saya dari Tidore, langsung segera ke Ternate dan menghadapi
pasukan Mujafar Sjah. Sebelum berperang, saya menghubungi
Mujafar Sjah lewat Gubernur Maluku Utara, Surasmin. Dalam
telepon, dia bilang kepada saya, saya tidak tahu apa-apa soal
masalah di Ternate. Naif sekali dia bilang begitu. Saya
katakan, Mujafar Sjah menyerah saja bila tidak mau diperangi
oleh umat Islam. Dia tidak mau. Saya katakan, saya bawa
pasukan sekitar 3.000 orang, sedangkan Anda hanya punya
pasukan 800 orang. Artinya, pasukan Anda pasti kalah. Dia
tetap tidak mau menyerah. Ya, kami serang saja sehingga
akhirnya pasukan Mujafar Sjah menyerahkan diri di Kedaton,
istana kesultanan Ternate.
 
# Ada kabar Anda berdamai...
 
Tidak. Saya tidak berdamai dengan Mujafar Sjah. Kalau Sultan
Tidore berdamai, itu silakan saja. Saya beda jurusannya.
Begitu tahu Mujafar Sjah berdamai dengan Sultan Tidore,
langsung saya kembali ke Tidore.
 
# Jadi, Anda belum bisa memaafkan Mujafar Sjah?
 
Tak cuma saya, tapi juga semua orang Ternate-Tidore dan
sekitarnya tidak memaafkan Mujafar Sjah sebelum dia meminta
maaf secara terbuka di depan saya dan umat Islam Ternate.
 
# Bagaimana jika pasukan kuningnya Mujafar Sjah melakukan aksi
balas dendam?
 
Ya, akan kami perangi habis-habisan dan tidak ada kata maaf
lagi. Pasukan kuning Mujafar Sjah itu, dulunya, sangat over
acting. Mereka melebihi kekuasaan dan wewenangnya dibanding
aparat Polri dan TNI, misalnya mereka bisa seenaknya merazia
kendaraan, periksa identitas, dan sejenisnya. Padahal itu
salah. Kesultanan itu tradisi Islam dan di dalamnya harus
ditumbuhkan berbagai nilai-nilai keislaman. Yang terjadi,
justru, selama Mujafar Sjah berkuasa di kesultanan Ternate,
ternyata tidak hidup nilai-nilai Islam.
 
# Lalu, adakah kaitannya antara kasus Mujafar Sjah dengan
pemberontakan RMS?
 
Ini hanya sebagian dari mata rantai saja. Tapi yang jelas,
seluruhnya merupakan skenario besar dari gerakan pemberontakan
RMS yang ditandai dengan aksi-aksi pengusiran dan pembantaian
terhadap umat Islam.***
 
Date: Mon, 7 Feb 2000 10:57:38 +0100 (MET)
From: Ahmad-Hazairin Ramli <hazairin@cs.tu-berlin.de>

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team