Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

MUI BEBERKAN PEMBANTAIAN WARGA MUSLIM HALMAHERA UTARA
Friday, January 21, 2000/3:28:04 PM
 
Ternate, 21/1 (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku
Utara membeberkan pembantaian warga Muslim dalam kerusuhan
bernuansa SARA akhir Desember lalu di Tobelo, Galela, Ibu,
Jailolo, Sahu dan Loloda Pulau Halmahera Utara (Maluku Utara).
 
"Konflik agama, antara kelompokk minoritas dan mayoritas di
bumi Halmahera Utara itu, mengakibatkan 2.604 jiwa warga
Muslim tewas, ratusan lainnya luka-luka," kata Ketua MUI
Maluku Utara Syarief Syahfin kepada wartawan di Ternate,
Jumat.
 
Menurut dia, sebagian besar warga Muslim yang dibantai pada
pasca kerusuhan di Halmahera Utara adalah anak-anak dan
perempuan, terutama di desa Togoliuwa, Popilo dan desa Gamhoku
di Kecamatan Tobelo.
 
"Yang lebih tragis lagi, dari 254 warga desa Togoliuwa (lokasi
penempatan transmigran) yang tewas itu, 216 orang di antaranya
dibantai di dalam Mesjid," jelasnya.
 
MUI Maluku Utara masih terus berupaya menghimpun data-data
korban di kawasan yang sementara ini dikuasai kelompok
minoritas itu. Aparat keamanan tidak perlu menutup-nutupi
korban pembantaian di Pulau Halmahera Utara, karena banyak
saksi mata pembantaian yang datang mengadu ke Majelis Ulama
Indonesia.
 
Korban sementara yang di inventaris MUI sebanyak 2.064 orang
dan akan terus berupaya menghimpun data-data aktual tentang
pertikaian yang banyak menewaskan warga Muslim guna
disampaikan kepada MUI pusat dan pemerintah.
 
"Ini bukan data simpang siur lagi, karena MUI juga memiliki
bukti-bukti foto pembantaian di luar maupun di dalam mesjid
An-nur di desa Togoliuwa kecamatan Tobelo," ujar Syahfin.
 
Bahkan salah satu saksi mata tragedi itu, yakni Yani Sabi (21)
menerangkan, segenap anggota keluarganya di bakar massa
penyerang bersama ratusan korban pembantaian lainnya. Itu baru
di desa Togoliuwa, katanya, belum termasuk di desa-desa di
kecamatan lain yang dilanda kerusuhan bernuansa SARA itu.
 
Kalau aparat kepolisian menyatakan, korban meninggal di Maluku
Utara tercatat 754 orang silahkan saja. "Namun khusus Tobelo
saja korban jiwa sesuai laporan kepolisian sebanyak 464 orang,
tetapi data MUI angka itu pasti lebih banyak lagi," kata
mantan Staf Kantor Departemen Agama Maluku Utara itu.
 
Ia mencontohkan di desa Togoliuwa, salah satu kawasan
pemukiman transmigran di pedalaman Pulau Halmahera Utara sudah
terdapat 254 warga muslim yang tewas. "Lalu di desa Popilo dan
desa Gamhoku yang menjadi sasaran utama kelompok minoritas di
sana tidak diungkapkan," tambahnya.
 
Yang lebih menyedihkan sedikitnya 76.234 jiwa warga muslim di
kawasan itu, tercabut dari tanah kelahirannya dan mereka
sekarang terpaksa menjadi bagian dari gelombang pengungsi
terbesar di Indonesia dewasa ini.
 
MUI menolak
 
Syahfin menyatakan, prihatin terhadap tragedi kemanusiaan dan
situasi di propinsi termuda di Indonesia itu, namun MUI Maluku
Utara secara tegas "menolak rekonsiliasi".
 
Itu adalah suara warga muslim yang kini menjadi korban dalam
pertikaian di bagian Utara pulau Halmahera itu. Jika MUI
menyuarakan rekonsiliasi maka pihaknya akan menjadi sasaran
utama umatnya. "Proses rekonsiliasi bisa jalan, apabila
seluruh harta benda dan tanah milik umat Islam di kuasai umat
agresor harus dikembalikan," tegas Ketua MUI.
 
Kerusuhan di Pulau Halmahera Utara, menurutnya, adalah murni
kasus SARA, bukan persoalan perebutan batas wilayah Kecamatan
Kao dan Kecamatan Malifut seperti yang dihembuskan para elite
politik dan aparat di Jakarta itu.
 
"Tidak sedikit umat Islam yang menjadi korban pembantaian di
bumi Halmahera. Bila ada yang mengatakan konflik di Halmahera
adalah persoalan batas wilayah, itu adalah bohong dan tidak
benar," tegasnya. (F.ABN/PK03/ND07/21/01/:0 15:22

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team